Kemen PPPA Dukung Pengasuhan Positif Berbasis Hak Anak Di Lingkungan Pendidikan dan Keluarga

Kemen PPPA Dukung Pengasuhan Positif Berbasis Hak Anak Di Lingkungan Pendidikan dan Keluarga

JAKARTA (suarasiber.co.id) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) sebagai pengampu permasalahan perlindungan anak, mendorong seluruh pihak dari berbagai lapisan masyarakat untuk dapat menjalankan pola pengasuhan positif berbasis hak anak. Pemenuhan hak anak tersebut harus tetap dijamin khususnya pada kondisi pembelajaran jarak jauh yang dilaksanakan dari rumah oleh anak-anak selama 1,5 tahun terakhir imbas dari pandemi Covid-19.

“Salah satu hak yang dijamin bagi anak adalah perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi dimanapun mereka berada. Berbagai kekerasan yang terjadi saat ini tentunya harus menjadi perhatian kita bersama, termasuk kekerasan di dunia pendidikan, baik yang dilakukan tenaga pendidik, maupun anak itu sendiri seperti bullying,” tutur Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dalam acara Webinar Pengasuhan Positif Berbasis Hak Anak: Kunci Pencegahan Kekerasan di Keluarga dan Lingkungan Pendidikan (27/07).

Menteri Bintang menekankan tantangan pengasuhan dan perlindungan anak pada masa pandemi. Ketika anak menghabiskan waktu belajar menggunakan internet di rumah akan berpotensi memberikan dampak negatif berupa kecanduan gawai, cyber bullying, akses informasi yang tidak sesuai dengan usianya, hingga eksploitasi. Oleh karenanya, pendampingan anak yang memadai perlu untuk dilakukan oleh orangtua.

“Sayangnya, tugas pengasuhan anak masih dibebankan pada ibu saja, padahal pengasuhan adalah tugas setara antara ayah dan ibu. Artinya, kualitas pengasuhan yang ada di keluarga sangat penting, dimana para orang tua mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk mengasuh dan menumbuhkan karakter anak, serta mempunyai peran penting dalam menghasilkan anak-anak bangsa yang potensial di masa depan untuk memperkuat ketahanan bangsa. Oleh karenanya, baik ayah maupun ibu harus sensitif terhadap berbagai kebutuhan anak dan dapat meresponnya dengan tetap memegang prinsip kepentingan terbaik anak,” jelas Menteri Bintang.

Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga, Kementerian PPN/Bappenas, Woro Sulistyaningrum menyampaikan kolaborasi antar pihak untuk mencapai pengasuhan positif juga mengalami tantangan yang luar biasa.

“Konvergensi pengasuhan antar Kementerian dan Lembaga harus dilakukan terus-menerus mencakup keseluruhan siklus anak. Dari prenatal, neonatal, infant, early childhood, anak dan remaja. Pertanyaannya siapa targetingnya dan siapa yang menerima manfaatnya harus didukung oleh data pengasuhan yang mendukung,” jelas Woro.

Berkenaan dengan itu, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Kemendikbud Ristek, Yaswardi menyampaikan upaya yang telah dilakukan pihaknya dalam mewujudkan pengasuhan positif khususnya dalam pembelajaran jarak jauh di masa pandemi. Penyediaan opsi pembelajaran tatap muka, pembelajaran jarak jauh atau blended learning dilakukan berdasarkan tinggi rendahnya persebaran kasus Covid-19 di suatu daerah, dan opsi pembelajaran dapat diaplikasikan sesuai dengan persetujuan orang tua murid. Pihaknya juga memberikan apresiasi atas masukan 5 Siap dari Menteri Bintang yaitu: (1) Siap daerahnya; (2) Siap sekolahnya; (3) Siap gurunya; (4) Siap orang tuanya; dan (5) Siap peserta didiknya

Pentingnya peran orang tua dalam pendidikan dan pengasuhan anak diakui oleh Analis Kebijakan Bina Ketahanan Remaja BKKBN, Priyanti memang belum optimal. “Memang masih ada gap komunikasi antara remaja dan orang tua, dimana pembicaraan tentang pubertas seperti mimpi basah biasanya dikomunikasikan dengan teman sebayanya. BKKBN melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja sendiri telah menyediakan pendidik sebaya dan konselor sebaya. Di sana kami melatih bagaimana remaja memberikan informasi yang tepat dan akurat kepada rekan sebayanya,’’ujar Priyanti.

Sepakat dengan Priyanti, Sekretaris General Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Andik Matulessy mengungkapkan bahwa masih adanya kesenjangan antar generasi yang terjadi antara orang tua dan anak dapat menyuburkan kekerasan terjadi, bahkan kekerasan tersebut dapat berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya.

“Solusinya adalah persiapan pernikahan dengan edukasi terkait tumbuh kembang anak, mengelola emosi untuk orang tua dan akses kesejahteraan psikologi. Dukungan dan kolaborasi berbagai pihak yakni orang tua, masyarakat, Puspaga, kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, sekolah dan komunitas anak sangat penting dalam memberikan persiapan kesehatan mental pada orang tua,” ungkap Andy.

Deputi Perlindungan Hak Anak Kemen PPPA, Agustina Erni menambahkan bahwa pemenuhan hak dan perlindungan anak merupakan isu yang sangat kompleks, sehingga tidak akan bisa apabila hanya satu pihak yang mengusahakan. Dengan adanya kolaborasi antar lembaga masyarakat diharapkan akan semakin memperkuat pergerakan bersama. Kemen PPPA juga siap berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Melalui hal itu diharapkan sustainabilitas dan intervensi yang sudah dilakukan bisa terus berlanjut.

(BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK)

Mari Berbagi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *