JAKARTA (suarasiber.cp.id) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendukung pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya perempuan dan anak melalui peningkatan peran serta media massa. Upaya mewujudkan media yang ramah perempuan dan peduli anak tersebut ditekankan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kemen PPPA dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang diselenggarakan secara daring melalui ruang virtual Zoom.
“Dalam lingkup pembangunan, media massa berperan penting dalam mengenalkan perubahan sosial ke masyarakat untuk memberikan perubahan ke arah positif dan lebih baik. Namun pada saat bersamaan, ia juga bisa menjadi agen pelanggeng atas beragam pandangan dan praktik negatif yang ada. Oleh karena itu, upaya untuk mendorong dan membangun media yang ramah perempuan dan peduli anak amat penting untuk dilakukan,” jelas Menteri Bintang.
Menteri Bintang menegaskan upaya pembangunan media penyiaran yang ramah perempuan dan peduli anak tidak bisa hanya dilihat secara parsial antara permasalahan materi siaran atau permasalahan institusi media. Untuk mewujudkannya harus dilakukan pada kedua level tersebut, karena sejatinya setiap materi siaran akan selalu berkaitan dengan bagaimana sistem dan budaya yang tertanam di institusi media yang ada. Oleh karenanya, Menteri Bintang berharap pada KPI sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia, tentu memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan institusi media yang ramah perempuan dan peduli anak.
Senada dengan hal tersebut, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio menegaskan peran penting KPI dalam mewujudkan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, utamanya dalam hal ini perempuan dan anak.
“Anak itu adalah peniru yang paling ulung, maka dari itu KPI mengawasi TV dan radio dengan berhati-hati agar tidak ada tindakan, atau prilaku, maupun ucapan yang tidak sesuai sehingga bisa ditiru oleh anak-anak. Saya mengapresiasi lembaga penyiaran TV dan radio yang sudah memenuhi kaidah-kaidah tersebut. Meski begitu, kami di KPI sadar bahwa realitas yang ada di masyarakat adalah realitas patriakal, ini terjadi karena agen-agen sosialisasi masih memberikan tayangan yang patriarkal bahwa perempuan adalah subordinat dibanding laki-laki. Padahal tidak demikian, hal ini terjadi karena ada konstruksi dari media. Oleh karenanya, KPI berusaha bergerak ke arah yang tepat, karena kami ingin menghapus realitas itu dan mengubah konstruksi realitas itu lewat media. Saya berharap kerjasama KPI dan Kemen PPPA mampu menghasilkan anak yang berkualitas dan perempuan yang berdaya,” ujar Agung.
Menteri Bintang menambahkan, adanya beberapa isu perlindungan perempuan dan anak yang masih ditemukan, antara lain: masih ada media yang memberi tempat bagi proses legitimasi bias gender terutama dalam menampilkan representasi perempuan; masih berkutat pada lingkaran produksi yang berorientasi pasar dan kerap menjadikan perempuan sebagai komoditas; masih belum merujuk pada UU yang mengatur Perlindungan Anak sehingga tayangan yang disiarkan belum ramah anak.
Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah menambahkan media penyiaran dalam hal ini TV dan radio adalah media yang punya tingkat penetrasi yang tinggi terhadap publik, sehingga diharapkan mampu menjadi penyampai pesan positif kepada pemirsa khususnya terkait permasalahan perempuan dan anak. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka KPI dan Kemen PPPA kembali melanjutkan perjanjian kerjasama yang telah dirintis sejak 2017. Diharapkan, keberlanjutan kerjasama ini bisa menjadi ikhtiar untuk mewujudkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di bidang penyiaran dan kiranya dapat direplikasi di tingkat daerah antara KPI Daerah dan Dinas PPPA, baik provinsi dan kabupaten/kota.
Adapun tindak lanjut atas penandatangan Nota Kesepahaman ini telah dirumuskan dalam rencana aksi yang meliputi: (1) Penguatan pelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) dan perlindungan anak di bidang penyiaran; (2) Pengawasan aspek perlindungan perempuan dan anak dalam materi isi siaran; (3) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia sesuai kebutuhan Para Pihak; (4) Edukasi dan literasi kepada masyarakat tentang isi siaran yang responsif gender dan ramah anak; (5) Penyediaan dan pemanfaatan data terpilah serta informasi mengenai perempuan dan anak di bidang penyiaran; dan (6) pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kerja sama.
(BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK)