PAPUA (suarasiber.co.id) – Balai Besar Koservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua pada Selasa (31/08/2021), mengembalikan dua belas satwa ke habitat alaminya. Satwa-satwa tersebut terdiri atas dua ekor cenderawasih kuning kecil (Paradisaea minor) hasil penyerahan BKSDA Jakarta dan Yogyakarta, dua ekor kakatua raja (Probosciger aterrimus) hasil penyerahan BKSDA Jakarta, lima ekor kasturi kelapa hitam (Lorius lory) penyerahan BKSDA Jakarta, satu ekor nuri kelam (Pseudeos fuscata) penyerahan BKSDA Jakarta, serta dua ekor kasuari gelambir tunggal (Casuarius unappendiculatus) hasil penyerahan dari masyarakat di Jayapura.
Semua satwa tersebut dilindungi undang-undang berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Sementara bersadarkan Daftar Merah Spesies Terancam IUCN, semua satwa tersebut berstatus Least Concern/LC (risiko rendah), dan termasuk Appendix II CITES, kecuali kakatua raja masuk dalam Appendix I.
Pihak BBKSDA Papua telah menetapkan lokasi pelepasliaran sesuai daerah persebaran satwa. Dua belas aves tersebut dilepasliarkan di Hutan Adat Isyo, Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura. Pemilihan lokasi ini sekaligus untuk mendukung upaya masyarakat adat setempat dalam mengembangkan wisata minat khusus Bird Watching, yang telah dirintis sejak beberapa tahun silam oleh Aleks Waisimon.
Kepala BBKSDA Papua, Edward Sembiring, pada keterangan tertulisnya menerangkan bahwa sepuluh dari dua belas satwa yang dilepasliarkan merupakan satwa translokasi dari luar Papua. Pengembalian mereka ke habitat alaminya memerlukan energi yang demikian besar dari berbagai pihak. Namun yang paling diperhitungkan oleh Edward adalah persoalan kesejahteraan satwa (animal walfare).
“Kita bayangkan, manusia saja bisa sangat lelah melakukan perjalanan, bisa jet lag dan segala macam. Begitu juga satwa. Sepasang cenderawasih dan kakatua raja kami pulangkan dari Yogyakarta dan DKI Jakarta, dengan penerbangan berjam-jam. Mereka lelah, tentu saja. Ini perlu kita perhatikan, bahwa satwa juga berhak sejahtera seperti manusia. Peran mereka sangat besar di alam dan tidak pernah bisa kita gantikan. Jadi pada kesempatan ini, kembali saya mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat: Mari Jaga Satwa Endemik Papua Sebelum Menjadi Kenangan. Biarkan mereka hidup dengan nyaman di alam,” ungkap Edward.
Lebih lanjut Edward menyatakan bahwa kegiatan pelepasliaran satwa ini masih dalam rangka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional sekaligus membawa semangat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-76. Pesan penting dalam momentum pelepasliaran satwa ini adalah harapan untuk terus berjalan seirama antara manusia, Tuhan, dan alam semesta untuk mencapai keharmonisan hidup yang sesungguhnya.
Memanfaatkan kesempatan ini, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Wiratno, menyampaikan apresiasi kepada masyarakat adat di Rhepang Muaif atas upaya pengembangan wisata minat khusus Bird Watching.
“Untuk kali kesekian kita melepasliarkan satwa endemik Papua di Hutan Adat Isyo. Hari ini kita lepas liarkan sepasang cenderawasih, simbol Papua. Semoga mereka dapat berkembang biak, beranak-pinak, menumbuhkan harmoni yang semakin utuh di hutan adat ini, dan di seluruh Papua. Ini perlu kita perhatikan, kalau populasi cenderawasih meningkat, manfaatnya untuk alam dan manusia juga akan semakin besar. Jadi, mari kita jaga satwa-satwa ini, terutama cenderawasih, beserta habitatnya untuk kesejahteraan alam semesta,” kata Wiratno.
#KLHK
#Konservasi
#SatwaKita