Pengelolaan Cagar Budaya di Jateng Perlu Dioptimalisasi

Pengelolaan Cagar Budaya di Jateng Perlu Dioptimalisasi

CAGAR BUDAYA. Komisi E DPRD Provinsi Jateng melihat pengelolaan cagar budaya di Keraton Ratu Boko Provinsi DIY, Senin (6/9/2021), dan berdiskusi mengenai optimalisasi pengelolaannya. (foto dewi kembangarum)

SLEMAN (suarasiber.co.id) – Optimalisasi pengelolaan kawasan cagar budaya menjadi sorotan Komisi E DPRD Provinsi Jateng, mengingat wilayah Jateng selama ini memiliki banyak bangunan-bangunan peninggalan/ situs-situs sejarah yang perlu dilestarikan dan dikelola dengan baik. Saat berdiskusi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kemendikbud di Pelataran Keraton Ratu Boko Provinsi DIY, Senin (6/9/2021),

Wakil Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jateng Sri Ruwiyati memberikan apresiasinya kepada pihak pengelola kawasan Ratu Boko yang masih menjaga situs cagar budaya.

Ia menilai kawasan tersebut terbilang unik karena sebenarnya situs tersebut bukan sebuah candi. Berbagai literatur menyebutkan kawasan itu adalah reruntuhan sebuah kerajaan sehingga kerap disebut Keraton Ratu Boko.

“Namun, masyarakat lebih mengenal dengan Candi Ratu Boko. Dengan Prambanan, masih ada keterkaitan legenda dan sama-sama menjadi destinasi unggulan. Kami ingin mengetahui bagaimana konsep menarik wisatawan tanpa meninggalkan konsep pelestarian,” ucapnya.

Menanggapinya, Kepala BPCB Zaimul Ahzah menjelaskan bahwa pemerintah pusat membentuk pengelola Keraton Ratu Boko yakni PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur Prambanan Ratu Boko (persero). Pihak BPCB sendiri, kata dia, merupakan instansi vertikal yakni unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Ditjen Kebudayaan Kemendikbud. Berkantor di Provinsi DIY, tugas dan fungsinya adalah melestarikan benda cagar budaya di antara Candi Prambanan, kawasan Keraton Ratu Boko, dan kawasan Kota Gede.

“Situs ini milik pemerintah yakni BPCB tapi dikelola PT TWC. Selama PPKM ini, untuk sementara, kami tutup sehingga belum bisa menjadi destinasi wisata. Keputusan dibuka sepenuhnya menunggu instruksi pusat,” kata Zaimul.

Sementara, Kepala UPT Pengelola Keraton Ratu Boko Sri Hartini menambahkan dari sisi bangunan sebenarnya belum bisa dibilang candi. Secara legenda atau cerita rakyat, ada keterkaitan dengan Candi Prambanan terutama Rara Jonggrang dan Bandung Bandawasa. Situs Keraton Ratu Boko itu, lanjut Sri, masih menjadi penelitian. Kerap dilakukan eskavasi dari reruntuhan batu untuk mengetahui apa dan bagaimana kawasan ini terbentuk.

Dari temuan sejumlah fragmen, kawasan tersebut merupakan sebuah permukiman dan ada bangunan peribadatan. Dilihat dari temuan batuan candi, juga ada yang bercorak Hindu dan Buddha. Sebenarnya kawasan ini diyakini masih luas. Terbukti, masyarakat sekitar terkadang dalam aktivitas bercocok tanam kerap menemukan unsur batuan yang masih ada sangkutpautnya dengan Keraton Ratu Boko.

“Menjadi permasalahannya, kami belum bisa melakukan penelitian lebih lanjut karena harus terbentur dengan lahan penduduk,” ungkap Sri Hartini. (Humas Sekwan)

Mari Berbagi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *