JAKARTA (suarasiber.co.id) – Stunting masih menjadi permasalahan serius yang mengancam anak sebagai generasi penerus bangsa, apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Hal ini turut menghambat upaya Pemerintah dalam mempercepat penurunan stunting. Menindaklanjuti hal ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkuat sinergi dan kolaborasi program serta kegiatan khususnya terkait percepatan penurunan stunting di tingkat pusat hingga daerah untuk mendukung tercapainya target penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada 2024 mendatang.
“Stunting masih menjadi isu nasional yang mengancam pemenuhan hak dasar bagi anak-anak. Apalagi, saat ini kita memasuki era destrupsi dan sedang mengalami pandemi Covid-19, hal ini menambah peliknya upaya kita bersama dalam mencapai target penurunan angka stunting menjadi 14% pada 2024,” ungkap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga dalam acara Rapat Koordinasi “Pentingnya Program Bangga Kencana dan Program PPPA dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting” yang dilaksanakan secara virtual (16/09).
Menteri Bintang menambahkan Kemen PPPA dan BKKBN memiliki tugas, mandat, dan fungsi yang sangat berdekatan dan berkaitan erat. “Oleh karena itu, sudah sepantasnya kerjasama dan sinergitas Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dengan Program Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam upaya percepatan penurunan stunting dan penyelesaian 5 (lima) isu prioritas PPPA dapat diperkuat bersama,” ujar Menteri Bintang.
Menteri Bintang menjelaskan isu stunting berkaitan erat dengan permasalahan PPPA lainnya yang juga menjadi isu prioritas Kemen PPPA, seperti ketimpangan atau ketidaksetaraan gender, dukungan pengasuhan, kemiskinan perempuan, perkawinan anak, dan kekerasan terhadap perempuan.
“Adanya anggapan peran perempuan hanya sebatas di ranah domestik, membuat berbagai sektor publik tidak ramah perempuan. Padahal, hal ini berpengaruh pada pembangunan dalam keluarga untuk melawan stunting. Untuk itu, pembangunan yang sensitif gender di segala sektor harus tercapai, dimulai dari pendidikan, kesempatan kerja, hingga di dalam keluarga,”
Menindaklanjuti hal ini, Kemen PPPA telah melakukan berbagai upaya, diantaranya melalui Program Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3), Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), berbagai program pencegahan stunting yang terintegrasi dalam Puskesmas Ramah Anak, PUSPAGA, Sekolah Ramah Anak, Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA), dan Pusat Kreativitas Anak, serta memperkuat sinergi dengan jaringan Forum Anak.
Lebih lanjut, Menteri Bintang menuturkan bahwa pengasuhan anak yang baik merupakan kunci utama mencegah stunting. Selain itu, Menteri Bintang menambahkan pentingnya peran ayah dalam mendukung keseteraan gender dalam pengasuhan anak.
Isu stunting juga berkaitan erat dengan persoalan kemiskinan pada perempuan, khususnya bagi ibu hamil dan menyusui. Lingkungan tidak sehat, sanitasi buruk, serta sulitnya akses pada makanan bergizi berpengaruh kepada kualitas hidup anak sebagai generasi penerus bangsa. “Untuk itu, Kemen PPPA, terus berupaya mendorong penyediaan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak, serta melaksanakan pemberdayaan ekonomi bagi perempuan prasejahtera, salah satunya melalui pelatihan dan pendampingan kewirausahaan,” jelas Menteri Bintang.
Perkawinan anak juga turut meningkatkan angka stunting. “Hal ini disebabkan karena bayi yang dilahirkan ibu dengan usia di bawah 20 tahun berisiko lebih besar mengalami kondisi lahir prematur dengan berat badan rendah, belum lagi jika terjadi komplikasi kehamilan. Hal inilah yang memperbesar risiko stunting. Untuk itu, edukasi mengenai perkawinan anak dan kehamilan di usia dini harus terus digalakkan hingga tingkat akar rumput. Kemen PPPA bekerja sama dengan berbagai pihak telah melakukan upaya pencegahan perkawinan anak melalui Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak (Geber PPA) sebagai tindaklanjut dari Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak,” tegas Menteri Bintang.
Selain berbagai persoalan di atas, kekerasan baik fisik maupun seksual terhadap perempuan, khususnya pada ibu hamil dan menyusui sangat berkaitan dengan stunting. Oleh karenanya, Kemen PPPA telah melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dengan mengedepankan kepentingan terbaik ibu dan anak, di antaranya melalui optimalisasi layanan rujukan akhir bagi korban kekerasan perempuan dan anak, melalui layanan SAPA 129.
“Kami juga terus memperkuat kelembagaan dan peran serta masyarakat, serta memberikan dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik Perlindungan Perempuan dan Anak kepada Pemerintah Daerah. Hal ini bertujuan untuk membantu daerah meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” terang Menteri Bintang.
Di akhir sambutannya, Menteri Bintang menjelaskan pentingnya melibatkan seluruh sektor pembangunan untuk menangani isu stunting, begitu juga dengan isu ketidaksetaraan gender, serta isu perempuan dan anak lainnya. “Untuk mencapai target penurunan stunting memang bukan hal yang mudah, namun saya yakin jika kita bekerja bersama-sama, tidak ada hal yang mustahil. Mari jadikan momentum ini untuk memperkuat komitmen dalam memastikan anak-anak Indonesia dapat terbebas dari stunting di masa depan. Sehat, adalah syarat utama bagi anak-anak untuk dapat menjadi anak yang cerdas, pintar, dan berkualitas,” pungkas Menteri Bintang.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengungkapkan melalui mandat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting diharapkan Pemerintah Daerah melalui para Kepala Dinas dapat menggerakkan para pemangku kepentingan termasuk masyarakat luas untuk bersinergi sehingga menjadi kekuatan besar dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.
“Melalui Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN AKSI), Pemerintah melalui BKKBN berupaya menajamkan intervensi dari hulu untuk mencegah anak terlahir dengan kondisi stunting. Faktor sensitif seperti lingkungan yang kumuh, sanitasi tidak baik, serta kemiskinan menjadi perhatian penting, namun faktor spesifik yaitu pada 1000 hari pertama kehidupan anak, bahkan mulai dari proses sebelum menikah hingga setelah melahirkan, proses ini harus dikawal bersama-sama,” jelas Hasto.
Hasto menambahkan, semua keluarga yang mempunyai potensi melahirkan anak dengan stunting, harus diketahui kepala desa, PKK, maupun bidan di wilayah setempat. Begitu juga dengan proses pendataan harus berjalan baik, agar tepat sasaran, sehingga dapat mengetahui keluarga yang berisiko memiliki anak stunting, serta dapat melakukan pembinaan terhadap masalah stunting.
Pada rangkaian acara Rapat Koordinasi ini, perwakilan Kepala Dinas PPPA, Ardianto dan Perwakilan Kepala Dinas Urusan Keluarga Berencana (Bangga Kencana), Setyarini turut menyampaikan komitmen bersama dari seluruh Kepala Dinas PPPA dan Kepala Dinas Bangga Kencana untuk memperkuat kemitraan daerah dalam menurunkan angka stunting di daerah masing-masing.
(BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK)