SERANG, (suarasiber.co.id) – Provinsi Banten merupakan satu dari 12 wilayah yang masuk dalam prioritas percepatan penurunan stunting nasional.
Berdasarkan data terakhir pada tahun 2021, tingkat prevalensi stunting di Banten masih berada di angka 24,5 persen, lebih tinggi sedikit dari angka rata-rata nasional yaitu 24,3 persen.
Pj Gubernur Banten, Al Muktabar mengungkapkan, bahwa persoalan stunting harus ditangani secara terstruktur, komprehensif dan kolaboratif.
Al Muktabar sendiri mengaku telah menyiapkan tiga level pendekatan strategis untuk penanganan stunting di Tanah Jawara.
Level pertama adalah pendekatan dengan charity atau bantuan sosial. Di level ini, bantuan akan diberikan langsung by name by address kepada keluarga stunting maupun keluarga beresiko stunting yang ada di Banten.
“Kita akan kelompokkan penerima bantuan berdasarkan administrasi wilayah, basisnya adalah desa dan kelurahan yang sudah lengkap. Ini nanti coba kami share ke Bapak Asuh Anak Stunting,” terang Al Muktabar di acara Webinar Nasional bertajuk Masyarakat Sadar Bahaya Stunting dan Gerakan Bapak Asuh Anak Stunting yang diselenggarakan Gaido Foundation bersama BKKBN, Kamis (30/6/2022).
Pihak Pemerintah Provinsi Banten akan menyediakan aplikasi yang dapat menggambarkan sebaran peta keluarga stunting. Dari aplikasi itu akan terlihat wilayah mana yang sudah tersentuh bantuan dan yang belum.
“Jadi bantuan itu tidak hanya tersalurkan pada wilayah-wilayah tertentu saja, tapi rata di berbagai wilayah. Para pemberi bantuan juga nantinya bisa dibantu dengan informasi bantuan apa yang dibutuhkan keluarga stunting,” tukas Al Muktbar.
“Pendekatan ini bisa paralel kita lakukan dengan pendekatan pertama, Misal keluarga stunting kita berikan bibit puyuh berserta pakannya, dan mereka mulai melakukan budi daya. Dengan begitu mereka bisa memberdayakan dirinya sendiri untuk memenuhi asupan gizi seimbang dalam keseharian mereka,” jelas Al Muktabar.
Pendekatan level dua ini sangat penting. Pasalnya, kata Al Muktabar, bila hanya bertumpu pada pola pemberian bantuan, maka itu akan sangat sporadis, dan berpotensi memunculkan ketergantungan.
“Tentu kita tidak ingin menciptakan satu pendekatan ketergantungan, lalu muncul iklim sosial baru atas ketergantungan itu. Maka kita ingin solusikan agar pendekatannya bersifat pemberdayaan dan berkelanjutan,” tuturnya.
Selanjutnya, level ketiga adalah pendekatan pemberdayaan kelompok. Jadi setelah melakukan level satu dan paralel level dua maka akan beranjak ke pendekatan level tiga tersebut.
“Di level tiga ini kita bisa memberikan support dengan agenda-agenda ekonomi produktif, baik itu dalam bentuk pemberian akses permodalan, teknlogi, ataupun pendekatan potensial lainnya yang bisa dikembangkan,” tandas Al-Muktabar.
Kelompok keluarga stunting diarahkan untuk menciptakan sebuah produk yang memiliki nilai tambah ekonomi. Nantinya, produk-produk itu bisa dimasukkan ke marketplace milik Provinsi Banten untuk dipasarkan.
“Kita ada Plaza Banten, Toko Daring, yang bisa mengagendakan kinerjanya itu tersambung dengan pasar yang lebih luas. Sehingga dengan pasar yang lebih luas itu, mereka bisa mendapatkan nilai tambah ekonomi dari situ,” jelas Al-Muktabar.
“Dengan tiga pola pendekatan ini, maka kita akan lebih fokus. Sehingga secara kuantitatif, pada bulan ketiga dan bulan keenam paling lambat, kita sudah menemukan pengurangan itu secara terukur,” pungkasnya.(**)