JAKARTA, (suarasiber.co.id) – Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO) gelar pertemuan bersama Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan dan jajaran pimpinan lembaga terkait perlindungan perempuan dan anak korban TΡΡΟ.
Pertemuan tersebut merupakan rangkaian kegiatan di hari kedua, pada Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP), Selasa (26/11/2024).
Selain Wamen PPPA, diskusi juga dihadiri oleh Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) dan Pidana Perdagangan Orang (PPO) Mabes Polri, Brigjen (Pol) Desy Andriani, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah.
Pertemuan dipimpin langsung oleh Ketua Umum Jarnas Anti TPPO, Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo didamping Ketua Harian, Romo Chrisanctus Paschalis Satumus, dan Sekretaris, Winda Winowatan beserta sejumlah pengurus lainnya.
Pada pertemuan tersebut, Ketua Umum Jarnas Anti TPPO, Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo menyampaikan tentang situasi TPPO di Indonesia dan kasus-kasus yang belum terpecahkan, termasuk adanya daftar pencarian orang (DPO) yang belum tertangkap.
“Kami berterima kasih dan terkesan dengan atensi dari semua undangan yang hadir,” kata Rahayu, yang juga Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra.
Pada kesempatan itu, Rahayu memaparkan rencana Jarnas Anti TPPO yang akan fokus ke beberapa wilayah atau provinsi dengan angka kasus TPPO tinggi, daerah/kota asal, transit maupun daerah tujuan TPPO.
Daerah-daerah tersebut antara lain, Kota Batam, yang selama ini menjadi kota transit dan tujuan TPPO. Begitu juga Provinsi NTT yang merupakan daerah paling tinggi angka korban TPPO khususnya pekerja migran Indonesia.
“Beberapa tahun ini, ratusan jenasah PMI dipulangkan ke NTT,” ungkap Rahayu.
Selain itu, Jarnas Anti TPPO juga memberi perhatian untuk daerah Surabaya (Jawa Timur) yang diduga menjadi tempat lokalisasi dan tempat pelatihan juga pengiriman yang sangat masif, dan Sulawasi Utara yang menjadi kota asal, transit dan tujuan TPPO.
Adapun Kota Bali, selain menjadi daerah pariwisata seks, juga menjadi tujuan para paedofil seksual setelah beberapa negara asia memperketat sistem dan penanganan TΡΡΟ.
Terkait regulasi TPPO, Rahayu menyampaikan usulan Jarnas Anti TPPO untuk merevisi UU TPPO. Pihaknya berencana membentuk Tim Khusus yang bertugas untuk menyiapkan Naskah
Akademis untuk revisi UU TPPO.
Lebih lanjut, Rahayu mengatakan, salah satu yang menjadi perhatian untuk revisi adalah pasal yang berkaitan dengan korban anak/usia dibawah 18 tahun yang harus diperlakukan sebagai korban TPPO, tanpa memandang persetujuan anak (mau/tidak diperdagangkan/diekspolitasi).
“Jarnas Anti TPPO juga berharap ada penguatan Diretorat TP PPA-PPO untuk mengawal kasus- kasus kekerasan terhadap anak atau sesama anak, khususnya yang disuruh damai atau menikah oleh kepolisian,” tegas Rahayu yang berharap direktorat tersebut tidak dipandang sebelah mata, atau tidak dijadikan direktorat “buangan”.
Karena itu, penguatan kapasitas polwan-polwan yang menangani kasus-kasus TPPO juga perlu mendapat perhatian khusus dari Mabes Polri.
Selain profesional, aparat kepolisian yang dipilih bertugas di direktorat tersebut, hendaknya punya hati dan profesional/punya skill/spesialis.
Rencananya, Jarnas Anti TPPO akan menyampaikan Catatan Tahunan 2024, bersamaan. Peringatan Hari Pekerja Migran Internasional pada tanggal 18 Desember 2024 mendatang di Batam.
Pada kesempatan tersebut, Romo Paschal selaku Ketua Harian Jarnas Anti TPPO juga menyampaikan presentasi situasi TPPO khususnya di Batam, sebagai kota sentral untuk transit PMI keluar negeri.
“Dari daerah manapun di Indonesia, transitnya via Batam. Modusnya beragam mulai dari menjadi pekerja rumah tangga lokal, penjaga restoran, penjaga supermarket, hingga menjadi admin untuk eksploitasi tenaga kerja, eksploitasi seksual,” ucapnya.
Romo Paschal juga memaparkan bagaimana kerja masif dan sistematis para mafia di Batam yang pelakunya adalah orang orang lama yang sekarang menggunakan bendera ormas serta melibatkan oknum aparat dalam menjalankan kejahatan kemanusiaan ini.
Di tempat yang sama, Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) dan Pidana Perdagangan Orang (PPO) Mabes Polri, Brigjen (Pol) Desy Andriani menyampaikan, pihaknya siap meneruskan informasi yang disampaikan Jarnas (tentang kasus-kasus TPPO yang belum terselesaikan dan jaringan serta oknum aparat yang terlibat) ke pimpinan Polri.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, KemenPPPA, Ratna Susianawati, dan Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Prijadi Santoso. (*)